Permulaan Takbiran Idul Adha menurut Sunnah



Permulaan Takbiran Idul Adha menurut Sunnah

oleh : 
Ustadz Abdul Qodir Abu Fa'izah, Lc. 
_hafizhahullah_

Penting kiranya kita mengetahui awal waktu memulai takbiran untuk Idul Adha dan juga akhir waktunya.

Di dalam kitab Al-Mushonnaf karya Ibnu Abi Syaibah, dengan sanadnya sampai kepada Ali bin Abi Tholib.

Dari Umair Said dari Ali _radhilyallohu anhu_,
«أَنَّهُ كَانَ يُكَبِّرُ بَعْدَ صَلَاةِ الْفَجْرِ يَوْمَ عَرَفَةَ، إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ مِنْ آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ، وَيُكَبِّرُ بَعْدَ الْعَصْرِ»
"Dahulu beliau (Ali bin Abi Tholib) bertakbir sejak usai Sholat Fajar (Subuh) pada hari Arofah sampai usai sholat Ashar pada hari terakhir dari hari-hari Tasyriq." [HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (no. 5631). Syaikh Albaniy _rahimahullah_ menguatkan hadits ini dalam komentarnya terhadap hadits (no. 653) dalam Irwa’ Al-Gholil (3/125)][1]

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolaniy _rahimahullah_ berkata,
وَأَصَحُّ مَا وَرَدَ فِيهِ عَنِ الصَّحَابَةِ قَوْلُ على وبن مَسْعُود إِنَّه من صبح يَوْم عَرَفَة إِلَى آخر أَيَّام منى أخرجه بن الْمُنْذِرِ وَغَيْرُهُ وَاللَّهُ أَعْلَمُ." اهـ من فتح الباري لابن حجر (2/ 462)
 "Atsar yang paling shohih dalam hal itu (yakni, awal takbiran dan akhirnya untuk Idul Adha) adalah ucapan Ali dan Ibnu Mas'ud bahwa takbiran itu berawal sejak subuh hari Arafah sampai hari terakhir dari hari-hari Mina (yakni, hari-hari Tasyriq). Atsar-atsar itu dikeluarkan (diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir dan yang lainnya), wallahu a'lam." [Lihat Fathul Bari (2/462)
Jadi, sunnahnya takbiran untuk Idul Adha adalah berawal dari selesainya sholat Subuh di hari Arofah pada tanggal 9 Dzulhijjah, sampai berakhir hari-hari Tasyriq dengan tenggelamnya matahari pada tanggal 13 Dzulhijjah.

Kemudian perlu kami ingatkan bahwa takbiran disunnahkan sendiri-sendiri, bukan berjamaah, serta disunnahkan untuk diucapkan dengan suara jahr (terdengar orang) pada semua waktu, bukan hanya sehabis sholat fardhu sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang[2]. Padahal disunnahkan untuk menghidupkan waktu-waktu tersebut dengan memperbanyak takbiran.

______________

Jalan Pelita Raya, Makassar.
Hari Arofah, 09 Dzulhijjah 1439 H yang bertepatan dengan tanggal 21 Agustus 2018 M





[1] Syaikh Al-Albaniy _rahimahullah_ menambahkan,
"ومن هذا الوجه رواه البيهقى (3/314) . ثم روى مثله عن ابن عباس , وسنده صحيح.
وروى الحاكم (1/300) عنه , وعن ابن مسعود مثله." إرواء الغليل في تخريج أحاديث منار السبيل (3/ 125)
“Dari sisi inilah, Al-Baihaqiy (3/314) meriwayatkannya. Kemudian beliau meriwayatkan semisalnya dari Ibnu Abbas, sedang sanadnya adalah shohih. Al-Hakim (1/300) juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dan dari Ibnu Mas’ud semisalnya.” [Lihat Irwa’ Al-Gholil fi Takhrij Ahadits Manar As-Sabil (3/125)]

[2] Sebagian tholibul ‘ilmi (pelajar) mengira kami menyatakan bahwa tidak disyariatkan ber-takbir usai sholat fardhu, dengan sebab pernyataan kami di atas. Padahal yang kami maksud bahwa seorang muslim saat menghidupkan Sunnah “takbir” ini, maka janganlah hanya membatasi takbiran itu saat usai sholat saja, tanpa bertakbir pada waktu yang lain!
Tapi bertakbirlah kapan saja, baik di masjid, atau di luar masjid; baik usai sholat atau selain itu; baik saat berjalan, duduk, baring, dan kapan saja, maka hendaknya memperbanyak takbiran pada hari Idul Qurban, dan pada hari-hari Tasyriq.

Komentar