Tafakkur, Pelita yang Menerangi Hati




Tafakkur, Pelita yang Menerangi Hati

Faedah Ilmiah yang Berserakan (06)


oleh :  
Ust. Abdul Qodir Abu Fa’izah, Lc. 
_hafizhahullah_ 
[ FP : @abu.faizah03 ]

Hati seorang hamba senantiasa membutuhkan tafakkur (perenungan) terhadap berbagai urusan yang ia hadapi, agar ia meraih kebahagiaan di negeri akhirat.

Seorang hamba harus selalu tafakkur ‘merenungi’ bahwa dunia yang ia singgahi, hanyalah persinggahan sementara, yang akan ia tinggalkan menuju kampung akhirat. 

Dunia adalah tempat mengambil bekal untuk kesenangan abadi di kampung akhirat. 

Dunia bukanlah tempat untuk berlama-lama dan lalai serta terpukau dengan keindahannya yang melupakan kita dari Allah dan hari perjuampaan dengan-Nya.

Ingatlah, dunia ini akan hancur, sebagaimana angan-anganmu terhadap kesenangannya akan sirna saat engkau sudah berdiri di Padang Mahsyar.

Yang ada pada hari itu adalah amal perbuatanmu. Bila amalan-amalanmu baik, maka kegembiraan dan Rahmat Allah akan meliputimu. 

Namun bila amalan-amalan hanyalah keburukan berupa dosa-dosa dan maksiat, maka janganlah engkau mencela selain dirimu yang selama di dunia telah lalai dalam memperbanyak amalan-amalan sholih.

Di saat engkau tekun beribadah, maka janganlah engkau melihat rasa capek yang menghapiri dirimu. 

Tapi, ingatlah di depanmu ada kesenangan dan kenikmatan yang tiada taranya dari Allah, sejak engkau masuk ke lubang kubur yang akan menjadi tempat pembaringanmu dalam menunggu sebuah hari yang amat mengerikan, hari kehancuran alam semesta yang kokoh lagi kuat ini.

Seorang hamba yang diberikan kesenangan dunia sebagai ujian baginya, maka hendaklah ia menggunakannya dalam meraih pahala dan ridho Allah.

Hendaknya ia tafakkur ‘merenungi’ bahwa semua kenikmatan yang ia dapatkan adalah titipan dan amanah dari Allah _tabaroka wa ta’ala_.

Dengannya, Allah ingin melihat kesyukuran kita dalam menggunakan semua nikmat itu dalam ketaatan.

Coba anda bayangkan bila nikmat itu dicabut oleh Allah, maka pasti kita akan menderita.

Sebuah contoh, mata yang berikan kepada anda. Andaikan Allah cabut nikmat mata ini, maka pasti anda banyak mengalami kesulitan dalam berbagai urusan dunia. 

Karena itu, gunakanlah mata itu untuk kebaikan dan ketaatan kepada Allah, jangan digunakan dalam maksiat yang akan mengundang murka Allah.

Semiskin apapun engkau, maka jangan pernah engkau mengeluh kepada manusia atau menjauh dari Allah. 

Tapi keluhkan maslahamu kepada Allah, dan semakin dekatlah engkau Allah _azza wa jalla_.

Bila kita ber-tafakkur dalam semua perkara ini, maka _insya Allah_ hati kita akan terang benderang dalam kebaikan.

Abdul Aziz bin Muhammad bin Abdil Muhsin As-Salman (wafat 1422 H) _rahimahullah_ berkata,
وقال بعضهم: الفكرة سراج القلب فإذا ذهبت فلا إضاءة له فالقلب الخالي من الفكرة خالٍ من النور مظلم بوجود الجهل والغرور.
ففكر الزاهدين في فناء الدنيا واضمحلالها وقلة وفائها لطلابها فيزدادون بالفكر زهدًا فيها.
وفكر العابدين في جميل الثواب فيزدادون نشاطًا عليه ورغبة فيه.
وفكر العارفين في الآلاء والنعماء فيزدادون نشاطًا في جميع أنواع العبادة ويذدادون محبة لله وشكرًا له وحمدًا على نعمه التي لا تعد ولا تحصى." اهـ موارد الظمآن لدروس الزمان (3/ 257)
“Sebagian mereka (para ulama) berkata,
“Tafakkur adalah pelita hati. Jika tafakkur hilang, maka tidak ada lagi penerangan bagi hati. Hati yang kosong dari tafakkur adalah hati yang kosong dari cahaya, lagi gelap, dengan sebab adanya kejahilan dan ketertipuan.
* Tafakkur-nya orang-orang yang zuhud adalah tentang fananya dunia dan kehancurannya, serta kurangnya dunia dalam memenuhi hajat dan harapan para pengejarnya, sehingga orang-orang zuhud akan semakin zuhud terhadap dunia dengan sebab tafakkur.
* Tafakkur-nya para ahli ibadah adalah tentang indahnya balasan pahala (atas ibadah-ibadah mereka), sehingga mereka semakin bertambah semangat dan gemar terhadap pahala ibadah.
* Tafakkur-nya orang-orang yang mengenal Allah adalah dalam hal karunia dan nikmat-nikmat (dari Allah), sehingga mereka pun semakin bertambah semangat dalam seluruh jenis ibadah, serta semakin bertambah cinta dan kesyukurannya kepada Allah, dan juga pujiannya atas nikmat-nikmat Allah yang tidak dapat dihitung dan diukur.”

Sumber : Mawarid Azh-Zhom’an li Durus Az-Zaman (3/257), karya Abdul Aziz bin Muhammad bin Abdil Muhsin As-Salman.

Link  Artikel : 
https://alihsanku.blogspot.co.id/2018/05/tafakkur-pelita-yang-menerangi-hati.html



Komentar